Book Review: The Porn Trap, by Wendy Maltz & Larry Maltz

The authors share this gem of a line from the 14th Century Sufi poet, Hafiz:
Learn to recognize the counterfeit coins
that may buy you just a moment of pleasure,
but then drag you for days
like a broken man
behind a farting camel.
The Maltzs' case material was gleaned from interviews with those whose lives have been depleted by porn. "While pornography may promise sexual freedom, it can eventually deliver a form of sexual oppression--robbing people of sexual innocence, sexual self-determination, and the skills to experience healthy relationships based on a loving connection with a real partner" (p. 8). The cases in the book make real the suffering, but also help illuminate the way out. And that's one real value of the book: if you're stuck, you read of others who have been, too, but have made their way out. When you've been stumbling in the dark, such rays of hope are precious.
Here's what I appreciate most about the book: the authors back up their compassion and optimism by providing practical tools. They suggest steps for deciding whether porn is hampering your happiness and relationships, tactics for quitting porn if you decide it is a problem, and in-the-bedroom practices for turning your sex life around so that it can build closeness and fulfillment in place of the separation and depletion that pornography fosters. Wendy Maltz's expertise in healthy sexuality and some great material from her previous books are distilled into the chapter entitled "A New Approach to Sex."
Of the many tools the authors share, I'll highlight a couple I find particularly helpful:
When you feel the gravitational pull of porn, here's something you can do to literally come to your senses. It's an exercise they entitle Shifting Your Attention. "A simple sensory awareness exercise can help you shift your attention away from what you've been thinking about and on to something else in your environment. For example, 'Now I'm aware of the sun coming through the window." Repeat and complete the phrase 'Now I'm aware of...' until you have identified five different things that you see. Continue the exercise stating five different things you are aware of hearing, then five different things you are aware of touching or feeling inside your body. This exercise can help center you sensually in the reality of your present environment and take you farther away from the fantasy world of porn" (p. 195).
This is a theme throughout the book: real life--everything from real events to real emotions to your flesh-and-blood lover--are antidotes to the unreal world of porn. This theme reaches its pinnacle in one of the final skills they cover, Involving Your Heart in Sex, which is needed because porn-informed sex is all about stimulation rather than heartfelt connection. When you are engaged in sexual activity:
- Take a moment to touch your heart or your partner's heart to activate or stay connected to feelings of caring and love.
- Take time to smile and make loving eye contact with your partner.
- Temporarily shift your awareness from your genital arousal to the attributes you most admire and appreciate about your partner.
- Take time to verbally express your feelings of affection to your partner.
- Touch in loving and affectionate ways that you have learned will be valued and appreciated by your partner.
Romusa, Pergi Menjemput Mati
Jika orang Indonesia diminta untuk mengatakan satu faktor yang menjadi pengalaman paling mengerikan selama pendudukan Jepang, mungkin dia akan menjawab ROMUSA. Kata Jepang Romusa yang hebat ini secara harfiah berarti seorang yang melakukan pekerjaan sebagai buruh kasar. Akan tetapi, dalam konteks sejarah Indonesia istilah ini mempunyai pengertian khusus yang mengingatkan rakyat akan pengalaman yang sangat pahit di bawah pemerintahan militer Jepang yang kejam.Bagi seorang Indonesia, romusa berarti seorang buruh kuli yang dimobilisasikan bagi pekerjaan kasar dibawah kekuasaan Jepang. Mereka pada umumnya petani biasa, yang di luar kehendak mereka, diperintahkan supaya bekerja pada proyek-proyek pembangunan dan pabrik. Jutaan orangJawa dimobilisasikan dengan cara ini dan tidak sedikit diantaranya yang dikirim ke luar negeri. Banyak diantaranya meninggal karena kerja keras dan kondisi kesehatan yang sangat buruk. Banyak yang lainnya, yang cukup beruntung bertahan hidup, menderita akibat penyakit, kekurangan gizi, dan luka-luka. Keluarga mereka, yang mencari nafkahnya dibawa pergi, menderita akibat kemiskinan, dan tanah pertanian sering dibiarkan tak ditanami karena langkanya tenaga kerja. Akhirnya, hal ini yang menyebabkan situasi rendahnya produktifitas pertanian.
Salah satu tujuan pokok pendudukan Jepang di Asia Tenggara adalah untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi dan untuk menciptakan suatu landasan pokok ekonomi yang penting demi kelangsungan perang di sana. Untuk mewujudkan tujuannya itu, Jepang menganggap tenaga kerja di Jawa yang berlebihan karena Jawa adalah pulau paling padat penduduknya sebagai sumber daya terpenting di Asia Tenggara. Sejak awal peperangan meletus, penguasa Jepang telah bersungguh-sungguh memobilisasi efektif atas tenaga kerja di Jawa dan memasoknya ke seluruh wilayah Selatan. Pada bulan November 1942, perjanjian ditanda tangani di Shngapura antara Kepala Staf A.L. Barat Daya dan Kepala Staf A.D. Tentara Selatan yang menyangkut pertukaran komoditi dan bahan-bahan. “Tenaga Kerja” pun menjadi komoditi yang dipertukarkan.
Kemanakah para romusa dipekerjakan? berdasarkan kesaksian, romusa dipaksa bekerja tidak hanya didaerah yang berdekatan, tetapi diangkut kemanapun kalau terdapat tuntutan akan tenaga kerja oleh pihak Jepang.
Disamping mereka yang dikirim ke Banten, banyak diantaranya yang dikirim ke luar Jawa. Mereka di angkut hampir semua bagian Asia Tenggara dan beberapa bagian wilayah pasifik selatan, tempat dilaksanakannya proyek-proyek strategis. Salah satu proyek besar di Asia Tenggara yang melibatkan Romusa Jawa adalah pembangunan jalan kereta api Burma-Siam yang dimulai bulan Juli 1942 dan berakhir bulan Oktober 1943.
Sebuah usaha yang penting lain untuk memberikan gambaran “mulia” bagi romusa adalah kampanye mengirim Soekarno dan pemimpin terkemuka lainnya selama seminggu sebagai romusa. Kampanye tersebut pertama kali dijalankan pada September 1944 dengan sponsor Jawa Hokokai melalui slogan “Pekan Perjuangan Mati-Matian”. Sebelum kampanye dimulai, media masa mengumumkan bahwa Soekarno akan menjadi romusa, setiap orang yang ingin bergabung dengan pelayanan tenaga kerja ini bersama para pemimpin Hokokai harus mengirim lamaran. Himbauan tersebut dilakukan berulang-ulang, dan sekitar 500 orang menanggapinya. Diantaranya Mr. Sartono, Asikin Natanegara, Ir. Sukiman, Mr. Moh Roem, Mr. Rauf Thayeb, Muhidin, dan Suratno.
Menjelang keberangkatan, Soekarno berpidato dan menjelaskan bahwa tujuan usaha ini ialah untuk menunjukan kepada Jepang bahwa penduduk Jawa telah siap sehidup semati dengan Dai Nippon. Dia berjanji bahwa dia dan rekan-rekannya dal`m rombongan tersebut tidak akan bercukur selama pengabdian mereka sebagai romusa sebagai tanda bukti kepada negara.
Pidato Soekarno itu singkat, padat , namun memikat. Dalam propagandanya didepan corong radio Soekarno berseru :
“Saya seorang Insinyur! Tapi saya, tidak dapat berbuat apa-apa dengan titel saya itu, kalau pekerjaannya tidak ada.”
Soekarno Menjadi Romusa
Setelah rombongan kedua ini menjalankan tugasnya, romusa terpelajar berskala nasional yang di sponsori oleh Jawa Hokokai tidak lagi diselenggarakan. Meskipun demikian, usaha-usaha serupa tetap dilakukan pada tingkat daerah.
—————-
romusa yang selamat
Pada akhirnya Soekarno mengakui bahwa dirinya membantu Jepang dalam pengerahan romusa. Pengakuan pahit, namun dengan jantan diungkapkannya.
“Kukatakan aku mengakui, sejumlah kenangan membuat sakit untuk ditulis. Halaman-halaman ini terasa sulit bagiku untuk menulis masa-masa itu tanpa suatu emosi. Bahkan setelah puluhan tahun berlalu, luka-luka itu masih belum sembuh sama sekali. Perbuatan-perbuatan yang harus kulakukan dan penderitaan yang harus kutahan akibat ulah sekelompok pemuda yang tidak mau mengerti, adalah bekas-bekas luka yang akan kubawa sampai ke liang kubur”.Ribuan orang tak kembali. Mereka gugur di negeri asing– dan negerinya sendiri. Seringkali para romusa itu diperlakukan kejam, seperti di belenggu berdampingan dengan tahanan perang untuk membuat jalan Birma yang terkenal itu. Soekarno mengakui bahwa dia mengetahui keadaan mereka. Mereka diangkut dengan gerbong-gerbong kereta api yang tertutup rapat tanpa udara, dan ribuan dijejalkan sekaligus. Mereka tinggal kulit pembalut tulang. Dan Soekarno tidak bisa menolong mereka. Dalam kenyataannya, Soekarno yang mengirim mereka pergi kerja. Soekarno mengirim mereka berlayar menuju kematian. Soekarno membuat pernyataan-pernyataan untuk mendukung pengerahan romusa. Soekarno diambil gambarnya di dekat Bogor dengan Caping di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukan betapa mudah dan mulianya menjadi seorang romusa. Soekarnolah yang memberikan mereka kepada orang Jepang. Rasanya mengerikan sekali.
Tidak seorangpun suka kepada kebenaran yang menyedihkan.Referensi : Kontroversi SANG KOLABORATOR, Hendri F Isnaeni, Penerbit Ombak, 2008, Bab : Romusa, Pergi Menjemput Mati Hal 69-80
Terima kasih buat Kopral Cepot http://serbasejarah.wordpress.com/
Subscribe to:
Posts (Atom)